Timur Lenk mulai mempercayai Hoja, dan kadang mengajaknya berbincang soal kekuasaannya.
"Hoja," kata Lenk suatu hari, "setiap khalifah di kerajaan ini selalu memiliki gelar dengan nama Allah. Misalnya: Al-Muwaffiq Billah, Al-Mutawakkil 'Alallah, Al-Mu'tashim Billah, Al-Watsiq Billah, dan lain-lain. Menurutmu, apakah gelar yang pantas untukku?"Pertanyaan ini cukup sulit, mengingat Timur Lenk adalah penguasa yang bengis. Tapi tak lama, Hoja menemukan jawabannya. "Saya kira, gelar yang paling pantas untuk Anda adalah Naudzu-Billah* saja."
Timur Lenk meneruskan perbincangan dengan Hoja soal kekuasaannya.
"Hoja! Menurutmu, di manakah tempatku di akhirat, menurut kepercayaanmu? Apakah aku ditempatkan bersama orang-orang yang mulia atau yang hina?"
Bukan Hoja kalau ia tak dapat menjawab pertanyaan 'semudah' ini.
"Raja penakluk seperti Anda," jawab Hoja, "insya Allah akan ditempatkan bersama raja-raja dan tokoh-tokoh yang telah menghiasi sejarah."
Timur Lenk benar-benar puas dan gembira. "Betulkah itu Hoja?"
"Tentu," kata Hoja dengan mantap. "Saya yakin Anda akan ditempatkan bersama Fir'aun dari Mesir, raja Namrudz dari Babilon, kaisar Nero dari Romawi, dan juga Jenghis Khan."
Entah mengapa, Timur Lenk masih juga gembira mendengar jawaban itu.
Timur Lenk masih meneruskan perbincangan.
"Lalu, kalau setiap benda yang ada di dunia ini ada harganya, berapakah hargaku?"
Kali ini Hoja menjawab sekenanya, tanpa banyak berpikir.
"Saya taksir sekitar 100 dinar saja."
Timur Lenk membentak Hoja, "Keterlaluan! Apa kau tahu bahwa ikat pinggangku saja harganya sudah sampai 100 dinar?"
"Tepat sekali," kata Hoja. "Memang yang saya nilai dari Anda hanya sebatas ikat pinggang itu saja."
* "Aku berlindung kepada Allah (darinya)"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar