Sabtu, 23 April 2022

menjadi pemungut pajak

Pada masa Timur Lenk, infrastruktur rusak, sehingga hasil pertanian dan pekerjaan lain sangat menurun. Pajak yang diberikan daerah-daerah tidak memuaskan bagi Timur Lenk. Maka para pejabat pemungut pajak dikumpulkan. Mereka datang dengan membawa buku-buku laporan. Namun Timur Lenk yang marah merobek-robek buku-buku itu satu per satu, dan menyuruh para pejabat yang malang itu memakannya. Kemudian mereka dipecat dan diusir keluar.


Timur Lenk memerintahkan Hoja yang telah dipercayanya untuk menggantikan para pemungut pajak untuk menghitungkan pajak yang lebih besar. Hoja mencoba mengelak, tetapi akhirnya terpaksa ia menggantikan tugas para pemungut pajak. Namun, pajak yang diambil tetap kecil dan tidak memuaskan Timur Lenk. Maka Hoja pun dipanggil.
Ia datang menghadap Timur Lenk dengan membawa roti hangat.
“Kau hendak menyuapku dengan roti celaka itu, Hoja?” bentak Timur Lenk.
“Laporan keuangan saya catat pada roti ini, Paduka,” jawab Hoja dengan gaya pejabat.
“Kau berpura-pura gila lagi, Hoja?” Timur Lenk lebih marah lagi.
Hoja menjawab takzim, “Paduka, usiaku sudah cukup lanjut. Aku tidak akan kuat makan kertas-kertas laporan itu. Jadi semuanya aku pindahkan pada roti hangat ini.”

keledai membaca

Timur Lenk menghadiahi Hoja seekor keledai. Hoja menerimanya dengan senang hati. Tetapi Timur Lenk berkata; "ajari keledai itu membaca. Dalam dua minggu, datanglah kembali ke mari, dan kita lihat hasilnya."

Hoja berlalu, dan dua minggu kemudian ia kembali ke istana. Tanpa banyak bicara, Timur Lenk menunjuk ke sebuah buku besar. Hoja menggiring keledainya ke buku itu, dan membuka sampulnya.


Si keledai menatap buku itu, dan tak lama mulai membalik halamannya dengan lidahnya. Terus menerus, dibaliknya setiap halaman sampai ke halaman akhir. Setelah itu si keledai menatap Hoja.

"Demikianlah," kata Hoja, "keledaiku sudah bisa membaca."

Timur Lenk mulai menginterogasi, "bagaimana caramu mengajari dia membaca?"

Hoja berkisah, "sesampainya di rumah, aku siapkan lembaran-lembaran besar mirip buku, dan aku sisipkan biji-biji gandum di dalamnya. Keledai itu harus belajar membalik-balik halaman untuk bisa makan biji-biji gandum itu, sampai ia terlatih betul untuk membalik-balik halaman buku dengan benar."

"Tapi," tukas Timur Lenk tidak puas, "bukankah ia tidak mengerti apa yang dibacanya?"

Hoja menjawab, "memang demikianlah cara keledai membaca: hanya membalik-balik halaman tanpa mengerti isinya. Kalau kita membuka-buka buku tanpa mengerti isinya, kita disebut setolol keledai, bukan?"

adil dan lalim

Tak lama setelah menduduki kawasan Anatolia, Timur Lenk mengundang para ulama di kawasan itu. Setiap ulama beroleh pertanyaan yang sama:

"Apakah aku adil ataukah lalim. Kalau menurutmu aku adil, maka dengan keadilanku engkau akan kugantung. Sedang kalau menurutmu aku lalim, maka dengan kelalimanku engkau akan kupenggal."

Beberapa ulama telah jatuh menjadi korban kejahatan Timur Lenk ini. Dan akhirnya, tibalah waktunya Hoja diundang. Ini adalah perjumpaan resmi Hoja yang pertama dengan Timur Lenk. Timur Lenk kembali bertanya dengan angkuh kepada Hoja:

"Apakah aku adil ataukah lalim. Kalau menurutmu aku adil, maka dengan keadilanku engkau akan kugantung. Sedang kalau menurutmu aku lalim, maka dengan kelalimanku engkau akan kupenggal."

Dan dengan menenangkan diri, Hoja menjawab: "sesungguhnya, kamilah para penduduk di sini, yang merupakan orang-orang lalim dan abai. Sedangkan Anda adalah pedang keadilan yang diturunkan Allah yang Maha Adil kepada kami."

Setelah berpikir sejenak, Timur Lenk mengakui kecerdikan jawaban itu. Maka untuk sementara para ulama terbebas dari kejahatan Timur Lenk lebih lanjut.